Perbanditan atau perbanditan sosial
diperkenalkan pertama kali oleh Hobsbawn, seorang sejarawan Inggris,
yang menyebut bahwa perbanditan dilakukan oleh sekelompok orang marginal
dari masyarakat petani. Kegiatan mereka dianggap kriminal oleh
penguasa. Hubungan petani dan bandit menciptakan perbanditan sosial.
Bandit sosial adalah hero, kampion, orang yang mempunyai musuh sama
dengan musuh petani. Mereka mengawasi ketidakadilan, mengawasi penekanan
dan pengurasan, bahkan mempertahankan kehidupan ideal yaitu emansipasi
dan kemerdekaan. Selanjutnya Hobsbawn mengatakan bahwa perbanditan itu
terjadi di lingkungan sosial yang didominasi oleh kehidupan petani
tradisional dan lingkungan masyarakat prekapitalis.
Perbanditan tidak lain adalah bentuk dari kriminalitas yang berkembang
dimasyarakat agraris. Perbanditan sosial dapat dijelaskan kaitannya
dengan perubahan pola kejahatan yang berhubungan dengan bentuk ekonomi
politik dan artikulasi kedalam ekonomi dunia. Secara spasial, skala
operasional perbanditan lebih bersifat terbatas dan lokal, dan tidak
tampak adanya jaringan, sedangkan perbanditan sosial sudah meningkat ke
tingkat regional, tetapi tetap belum terbentuk jaringan diantara mereka
secara nyata. Secara khusus perbanditan yang banyak terjadi di pedesaan
Jawa adalah kecu, rampok, koyok, dan sebagainya.
Rupanya baik pemerintah colonial maupun perkebunan menganggap
perbanditan adalah semata-mata pengganggu keamanan dan ketenteraman
masyarakat. Karena itu setiap kaliperbanditan meluas pemerintah menambah
atau memperkuat keamanan dengan memperkuat polisi. Akan tetapi,
tindakan ini tidak pernah berhasil selama pemerintah tidak mengetahui
sebab yang dalam dari perbanditan itu sendiri yaitu karena buruknya
kehidupan petani sebagai akibat dominasi perkebunan dengan berbagai
tekanan sehingga petani tidak dapat tidak bereaksi secara aktif dan
pasif. Pada dasarnya yang disebut bandit adalah individu atau sekelompok
orang yang menyerang dan merampok dengan kekerasan.
A. SIFAT DASAR PERBANDITAN
Istilah perbanditan dipandang sangat subyektif, dari sudut pandang mana
istilah itu diberikan. Biasanya istilah itu muncul dari kalangan
penguasa yang merasa dirugikan oleh perbuatan seseorang atau sekelompok
orang. Memang perbanditan selalu mengacu pada perbuatan individu atau
kelompok yang menentang hukum. Bandit itu mencakup pengertian: a).
perampok berkawan; b). seorang yang mencuri, mambunuh dengan cara kejam
dan tanpa rasa malu; c). seorang yang mendapatkan keuntungan dengan
tidak wajar; d). musuh. Meskipun demikian bandit juga dibedakan menjadi
bandit biasa (ordinary bandit) dan bandit sosial (social bandit). Pada
umumnya bandit biasa adalah seseorang yang melakukan kejahatan dengan
merampok tanpa latar belakang apapun, sedang bandit sosial adalah
perbuatan seseorang untuk merampok yang dilatarbelakangi kepentingan
sosial-politik.
Gerakan perbanditan itu dilakukan untuk menghilangkan ketidakadilan,
penekanan dan eksploitasi, khususnya untuk perbanditan pedesaan di Jawa
belum mengarah pada gerakan politik untuk mencapai kemerdekaan seperti
yang dilakukan ditempat lain. Pada dasarnya ciri khas banditisme adalah:
1). Tidak meninggalkan komunitasnya; 2). Mencerminkan nilai moral dan
ideologyi komunitasnya; 3). Perbuatannya ynag ganas konsisten dengan
ideologinya, korbannya yang dianggap musuh komunitasnya; dan 4). Ia
dibantu baik kata maupun perbuatannya oleh masyarakat. Perbanditan
mengandung protes sosial yang tidak lepas dari perasaan tidak puas,
sukar melepaskan perbanditan yang sesungguhnya dengan gerakan sosial dan
gambaran situasi yang masih primitif. Perbanditan sosial dipandang
sebagai pahlawan, jago, seorang yang musuhnya sama dengan musuh petani.
Untuk mencegah para bandit dipedesaan kepala-kepala desa mengalami
kesulitan, karena sebenarnya mereka itu ibarat air dan ikan. Dimana
seharusnya mereka berpihak.
Proses lahirnya perbanditan berasal dari petani yang terdesak dan
tertekan oleh beratnya pajak dan kerja wajib. Dalam dunia perbanditan
juga mempunyai cara untuk mengecohkan penguasa dan korbannya. Meskipun
sudah ada aturan untuk melindungi perbanditan tetapi pemerintah harus
memperkuat penjagaan dengan kerjasama pemerintah dengan kepala desa.
B. PERBANDITAN MANIFESTASI, PROTES SOSIAL
• Keluhan dan Reaksi
Sejak masa kerajaan, kondisi sosio-ekonomi petani tidak pernah
berlebihan Hal ini disebabkan oleh kedudukan petani yang rendah yang
membawa konsekuensi bermacam-macam. Perbanditan yang timbul di pedesaan
tidak dapat dilepaskan dengan hilangnya fungsi tanah. Dari hubungan
pemilikan tanah dan kewajiban pajak, petani juga memperoleh pendapatan
berupa hasil tanah. Tetapi perolehan petani dikonsumsikan kembali dan
praktis mereka tidak mempunyai uang kontan lagi. Pendapatan petani yang
ada dibawah subsistensi selalu mengalami penyusutan dan tampak sekali
bahwa tidak sesuainya penghasilan dengan kebutuhan hidup. Semakin maju
dan luas perkebunan di pedesaan semakin cepat pula cepat pula perubahan
kehidupan petani, dapat dikatakan perkebunan dan pabrik menguasai
sektor-sektor keperluan yang hanya dapat dipenuhi oleh petani.
Di dalam proses produksi kapitalis, petani menjadi penyedia tenaga
kerja. Satu-satunya milik petani yaitu tenaga kerja dijadikan salah satu
factor produksi. Perkebunan dan pabrik hanya dapat berjalan jika upah
kerja ditekan, dan keuntungan jadi berlipat ganda jika upah kerja itu
ditekan seminimum mungkin. Kedudukan petani dan buruh sangat lemah,
mereka tidak berdaya menghadapi penguasa-penguasa. Demikianlah nasib
petani, secara structural kedudukan petani ada distrata bawah yang mau
tidak mau dikuasai struktur atas. Reaksi yang dilancarkan petani
sebanding dengan tekanan yang diterimanya, semakin berat tekanan semakin
keras pula tekanannya. Kehidupan ekonomi petani yang selalu ada
dibawah, jelas tidak memberi harapan lahirnya kesejahteraan mereka.
Perasaan tidak puas yang tidak dapat ditoleransikan sebagai akibat
dominasi perkebunan mendorong petani menyiapkan diri akhirnya
membulatkan tekad untuk melawan pihak-pihak yang dianggap merugikan
petani.
• Ekonomi dan Politik Perbanditan
Sejak berlakunya politik ekonomi liberal tahun 1870, kehidupan di
pedesaan tidak mnjadi makin baik tetapi bahkan sebaliknya. Meskipun
dilakukan penghapusan tanam paksa untuk berbagai jenis tanaman, tetapi
dampaknya tidak menguntungkan bagi kehidupan petani. Secara tidak
disadari pemerintah dan perusahaan perkebunan mulai berjaga-jaga agar
perusahaannya selamat. Gerakan mereka yang semula berbasis pada gerakan
tradisional, bergeser pada gerakan modern yaitu melalui organisasi
politik. Kota-kota besar seperti Jakarta, Surakarta, Yogyakarta,
Semarang, Surabaya, Malang, dan Pasuruan merupakan awal tempat
berpijaknya para calon pemimpin Partai Komunis Indonesia(PKI) dan Partai
Nasional Indonesia(PNI).
Biasanya mereka berasal dari daerah pedesaan disekitar perkebunan yang
karena kesempatan baru mereka melanjutkan sekolah di kota-kota,di antara
mereka tidak jarang berkenalan dengan tokoh-tokoh komunis yang juga
menjadi anggota SI setempat. Dari sinilah awal mula penyebaran komunisme
yang secara kebetulan mempunyai persamaan dengan tujuan SI yang akan
menyejahterakan buruh dan petani.
Partisipasi buruh petani dalam organisasi politik dapat dilihat dari
derjat atau tingkat pendidikannya. Pendidikan mereka kebanyakan adalah
rendahan dan mereka cenderung menjadi anggota organisasi buruh yang
mudah dimanfaatkan dalam setiap gerakan. Petani makin tergantung dan
terikat dengan uang sewa yang dibayarkan perkebunan. Uang sewa diberikan
dalam termin persewaan yang lama, lebih dari dua dekade yang bagi
petani sangat tidak menguntungkan yang setiap saat mengharapkan uang
sewa.
C. JENIS-JENIS PERBANDITAN PEDESAAN
Perbanditan di pedesaan bermacam-macam jenisnya, pada dasarnya
perbanditan timbul sebagai akibat perubahan social yang diintroduksikan
pemerintah colonial melalui tanah-tanah partikelir maupun tanah
perkebunan. Reaksi yang muncul dari petani karena tekanan pajak dan
kerja wajib yang berat mengakibatkan kemiskinan, penghisapan, dan
penekanan. Masuknya kultur barat ke pedesaan menyebabkan juga petani
kehilangan orientasi dan lepas dari budaya aslinya sehingga, mereka
mencari jalan keluar antara lain berupa perbanditan. Di jawa bandit
dapat disamakan dengan durjana, lun, bajingan, dan lain-lain. Dalam
laporan kolonial digunakan berbagai istilah bendewezen, roofpartij,
roverbende, roverij untuk menyebut bandit. Kecu dan rampok terdiri dari
kawanan yang lebih dari 20 orang, koyok lebih dari 5 orang, dan culeg
lebih dari 3 orang.
Maling atau pencuri dan begal, meskipun sering dilakukan lebih dari
seorang dapat digolongkan resistensi individu. Yang jelas sasaran mereka
individu pula yang merugikan petani. Mereka ini digolongkan kejahatan
kecil, sedangkan rampok dan kecu termasuk kejahatan besar atau kejahatan
serius. Dalam kacamata pemerintah perbanditan digolongkan menjadi 3,
yaitu: a). kriminalitas (criminal bandit), b). perbanditan (banditry),
dan c). pemberontakan (rebellion). Perbanditan lebih bersifat lokal dan
jaringan dengan lokal lain sangat jarang, dan bahkan diantara mereka
terjadi persaingan siapa yang paling berpengaruh di satu daerah.
Perbanditan selalau memperkuat militansinya dengan kekuatan
magis-keagamaan.
D. PERBANDITAN PEDESAAN
• Perbanditan Banten-Batavia
Perampokan
Hampir selama abad 20an di keresidenan Banten ada dalam suasana
perbanditan yang didukung oleh berbagai lapisan masyarakat yang menjadi
simpatisannya.lingkungan yang sangat menguntungkan perbanditan termasuk
kebiasaan masyarakat dengan keberanian melawan penindas nyang disertai
alat-alat perlawanan. Beberapa contoh tokoh perbanditan dapat ditnjukan
antara lain seorang bernama Sahab, ia beroperasi di banten selatan
selama bertahun-tahun. Ia berpengalaman keluar masuk penjara, dan bahkan
kemudian diangkat sebagai demang oleh Patih Lebak, agar keamanan dapat
ditegakkan. Memang benar bahwa para bandit merupakan “pelindung” dan
pemerintahan “bayangan”.
Tidak mengherankan jika keamanan dipedesaan dapat ditegakkan dengan
uang. Batavia yang sudah menjadi pelabuhan besar didiami oleh
multietnik. Pedagang-pedagang dari seluruh nusantara singgah di kota ini
dan mendirikan perkampungan mereka sendiri. Keadaan seperti ini tidak
mengherankan dengan banyaknya kerusuhan dan kriminalitas. Sudah tentu
pencurian dan perampokan sudah tidak asing di kota besar seperti
Batavia. Perampokan besar yang disebutkan dalam laporan colonial adalah
yang terjadi pada tahun 1880. perampokan ini cukup meresahkan pemerintah
dan harus ditanggulangi agar tidak meluas.
• Perbanditan Yogyakarta
Kecu dan Pencuri
Sebagaimana diketahui bahwa Yogyakarta adalah bagian dari Vorstenlanden
yang kehidupan penduduknya bertani. Daerah ini sangat subur sehingga
banyak didirikan perusahaan perkebunan, terutama tebu, tembakau, indigo,
dan kopi. Perbanditan yang lazim dikenal di daerah ini adalah kecu,
yaitu perampokan yang dilakukan lebih dari 5 orang dengan korban
personil perkebunan, orang cina, dan kepala-kepala setempat.beberapa
kasus kecu dapat ditnjukkan misalnya tahun 1850, kawanan kecu
bersembunyi diperbatasan dengan keresidenan kedu, Surakarta dan
Semarang, hingga susah dikejar polisi. Upaya pencegahan terhadap
merajalelenya perbanditan ini terus dilakukan sntara lain dengan
memperkuat polisi bersenjata, tetapi uasaha pemerintah tetap sia-sia.
Tindakan petani yang jengkel terhadap perkebunan yang nerugikan
mendorongnya untuk melakukan pembalasan yaitu dengan melakukan
pembakaran kebun tebu, los tembakau dan bangunan-bangunan lain. Sejak
tahun 1860an pembakaran sering terjadi karena petani banyak yang
dirugikan.
Resistensi dalam bentuk individual berupa pencuri, begal, dan pembakaran
yang dilakukan seseorang tanpa diketahui siapa pemilik atau korban
kejahatan. Di antara resistensi individual yang tercatat sangat sangat
tinggi adalah angka pencurian hewan. Sejak tahun 1870 laporan tentang
pencurian di daerah Yogyakarta makin banyak. Rupanya pencurian makin
meningkat dan sampai pada titik yang paling mengkhawatirkan terjadi di
daerah bantul pada tahun 1920, bahkan sampai pada tahun 1934 laporan
kolonial masih menyebut bahaya “kriminalitas”
• Perbanditan Surakarta
Kecu
Daerah Surakarta tidak berbeda dengan Yogyakarta, bahkan perbanditan
lebih banyak terjadi. Di samping daerahnya subur di daerah perkebunannya
juga banyak. Di daerah ini perbanditan meliputi jenis individual dan
juga kolektif. Pencurian dan pembakaran lebih menunjukkan kegiatan
perseorangan, sedangkan kecu merupakan kegiatan kolektif yang sangat
dominan, dan berani berhadapan dengan korban dan bukan hanya itu tetapi
juga memaksa, menyiksa, dan tidak segan-segan membunuh korban. Sejak
tahun 1830 kecu telah beroperasi di Surakarta dengan korban para
penguasa lokal dan orang-orang kaya. Pada tahun 1871 terjadi beberapa
kali pengkecuan. Pada malam 12 april Ngabehi Onggodimejo di desa
keringan klaten menjadi korban kecu.
Setelah berhasil mengambil kekayaan kawanan bandit melarikan diri dengan
aman. Keadaan pedesaan yang tidak aman sangat tergantung pada kecu dan
factor eksternal yang ikut mendorong kegiatan mereka. Pada tahun 1915
pengkecuan di Surakarta jumlahnya relative lebih besar. Aktivitas kecu
masih menunjukkan frekuensi yang tinggi disbanding dengan masa-masa,
kemudian setelah munculnya organisasi politik modern yang mampu memberi
wadah resistensi masyarakat pedesaan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar